Persepsi Masyarakat Terhadap Bank Syariah

Persepsi masyarakat terhadap bank syariah adalah hal urgent yang harus diperhatikan dalam rangka mengukur, merencanakan, dan menerapkan strategi pengembangan bank syariah di bidang apapun. KARIM Business Consulting (tahun 2004) pernah melakukan penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap bank syariah. Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa masyarakat kurang mengetahui tentang bank syariah terkait dengan produk mapun fasilitas yang ditawarkan karena kurangnya promosi maupun edukasi pasar.
Dalam hal ini, televisi, koran dan majalah merupakan media yang efektif digunakan untuk menginformasikan produk maupun fasilitas bank syariah kepada masyarakat, jika strategi komunikasi publik bisa diterapkan secara optimal. Pendekatan komunikasi lain yang dapat ditempuh adalah melalui jalur seminar-seminar di perguruan tinggi, jalur organisasi kemasyarakatan, organisasi kemahasiswaan ataupun pengenalan melalui sekolah-sekolah Islam serta pondok pesantren perlu dilakukan.
Dari segi segmen pasar, jika bank syariah berniat fokus untuk kalangan muslim sebagai target pasarnya, mereka dapat memanfaatkan figur-figur panutan yang dipandang oleh masyarakat setempat. Sedangkan jika bank-bank syariah ingin memperluas pasar ke target market non muslim, mereka dapat memanfaatkan figur tokoh muslim maupun non muslim yang lebih universal. Salah satu bank syariah sudah melakukan hal ini. Namun, sepertinya juga terkesan setengah-setengah karena sebentar timbul, kemudian tenggelam lagi.
Dalam menyampaikan informasi produk maupun fasilitas ke masyarakat perlu ditekankan differensiasi utama produk dan jasa bank syariah dengan yang ditawarkan oleh bank konvensional, baik terkait dengan rational benefit, maupun emotional benefitnya. Rational benefit di sini terkait dengan hitungan logika berupa keuntungan finansial yang diperoleh nasabah. Pesan utama yang harus disampaikan kepada nasabah adalah bahwa bank syariah memiliki keuntungan finansial yang lebih baik, lebih adil, manusiawi dan memudahkan.
Selanjutnya, emotional benefit di sini lebih kepada keuntungan finansial sekaligus kepentingan spiritual. Penekanan pada emotional benefit sangat penting bagi nasabah muslim yang sangat mengharamkan riba. Jika emotional benefit ini mengena di benak nasabah efeknya akan lama dan melekat kuat sehingga muncul loyalitas nasabah. Di samping itu, perlu ditekankan adanya perasaan tenang dan nyaman bagi nasabah terkait dengan dana yang dipercayakan ke bank syariah, sehingga bank syariah harus benar-benar kredibel dan dapat dipercaya.
Harapannya tentu nasabah akan bergerak dari rational benefit kemudian emotional benefit yang selanjutnya nasabah akan lebih mementingkan spiritual benefit dalam berbank dan berbisnis. Spiritual yang lebih universal, sehingga ajaran agama apapun bisa benar-benar mengakui bahwa sistem perbankan syariah merupakan sistem yang adil, manusiawi, menenteramkan hati, memiliki nilai luhur meskipun berasal dari agama tertentu (Islam). Target konkretnya tentu sampai nasabah dari berbagai agama dan kalangan bersedia menggunakan bank syariah.
Inilah hal yang tidak mudah diwujudkan oleh bank syariah yang memang mengaku merupakan sebuah sistem yang universal. Sampai saat ini citra yang dibentuk oleh bank syariah merupakan bank yang sangat identik dengan agama tertentu. Akan terasa beda ketika citra dan realitas yang ditonjolkan adalah sebuah sistem perbankan yang adil, manusiawi, memiliki nilai spiritual, handal, berteknologi canggih.
Di sisi lain, nasabah juga mementingkan rendahnya biaya administrasi, sehingga signifikansi perbedaan biaya administrasi perlu memperoleh perhatian dan diberitahukan ke masyarakat sebagai keunggulan bersaing. Namun, jika memang benar biaya administrasi bank syariah termasuk tinggi, hal ini harus bisa diimbangi dengan kemudahan dan layanan yang memuaskan nasabah. Nasabah tidak akan merasa terbebani jika biaya

Category: 0 komentar

Peran Lembaga Keuangan Syariah dalam Pengembangan Ilmu Syariah, Hukum dan Ekonomi

Latar Belakang
Perkembangan industri keuangan syariah di dunia terlihat begitu pesat. System dan industri keuangan syariah tidak lagi menjadi isu lokal yang sifatnya terbatas ada diantara negara-negara muslim saja, tetapi juga telah menjadi trend global dimana negara-negara non-muslim sudah mengambil posisi dan inisiatif untuk mengadopsi serta mengembangkan system sekaligus industri keuangan syariah ini. Negara-negara yang memiliki industri keuangan terkemuka seperti Inggris, Prancis, Jepang, Hongkong dan Singapura terlihat berlomba-lomba untuk menjadikan negara mereka sebagai pusat keuangan syariah, baik di dunia maupun di kawasan regional. Bahkan lembaga-lembaga keuangan dunia seperti World Bank dan International Monetary Fund (IMF) telah pula menyatakan bahwa pengembangan keuangan syariah telah menjadi salah satu program utama mereka.



Kondisi ini setidaknya disebabkan oleh dua factor: pertama, semakin banyaknya Negara baik muslim maupun non-muslim yang mengembangkan industri keuangan syariah dan perkembangan industri tersebut menunjukkan angka pertumbuhan yang sangat tinggi, sehingga diperkirakan dalam waktu yang tidak lama industri ini akan memainkan peran yang signifikan dalam percaturan industri keuangan dunia. Kedua, krisis keuangan yang menghantam banyak Negara, tidak hanya negara-negara emerging market (1998 – 2005) tetapi juga negara-negara maju (2008 – 2011), dalam kurun waktu dua dekade terakhir ini mendorong banyak pihak untuk mencari alternative system keuangan yang lebih kuat. Alternative system keuangan tersebut diharapkan bukan hanya tahan dari guncangan krisis tetapi juga mampu mencegah krisis itu terjadi.

Category: 0 komentar

Perbankan Syariah: Perkembangan dan Penjelasan

Fenomena perbankan Syariah
Dewasa ini bank syariah menjadi salah satu sektor industri yang berkembang pesat di Indonesia. Beberapa fakta pesatnya pertumbuhan perbankan syariah dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah:
Dana Pihak Ketiga, jumlah dana masyarakat yang ditempatkan di perbankan
Keterangan Des 05 Des 06 Des 07 Des 08 Des 09 Juni 10
Bank umum 1,127,937 1,287,102 1,510,834 1,753,292 1,950,712 2,096,036
Bank syariah 15,581 19,347 28,011 36,852 52,271 58,078
Market share bank syariah 1.38% 1.50% 1.85% 2.10% 2.68% 2.77%
Pembiayaan, jumlah dana yang disalurkan perbankan kepada masyarakat
Pembiayaan Des 05 Des 06 Des 07 Des 08 Des 09 Juni 10
Bank Umum 695,648 792,297 1,002,012 1,307,688 1,437,930 1,586,492
Bank Syariah 12,405 16,113 20,717 26,109 34,452 46,260
Market share bank syariah 1.78% 2.03% 2.07% 2.00% 2.40% 2.92%
Aset, total kekayaan yang dimiliki perbankan
Aset Des 05 Des 06 Des 07 Des 08 Des 09 Juni 10
Bank umum 1,469,827 1,693,850 1,986,501 2,310,557 2,534,106 2,678,265
Bank syariah 20,880 26,722 33,016 49,555 66,090 75,205
Market share bank syariah 1.42% 1.58% 1.66% 2.14% 2.61% 2.81%
DPK, pembiayaan dan aset perbankan syariah tumbuh lebih pesat dibandingkan perbankan umum sehingga market share perbankan syariah terhadap perbankan umum senantiasa meningkat.
Hal ini ditopang oleh outlet perbankan syariah yang tumbuh pesat
Jumlah Outlet Des 05 Des 06 Des 07 Des 08 Des 09 Juni 10
Konvensional 8236 9,110 9,680 10,868 12,837 12,972
Syariah 434 509 568 790 998 1,302
Perbandingan 5.27% 5.59% 5.87% 7.27% 7.77% 10.04%
Selain ekspansi perbankan syariah untuk meningkatkan jumlah outletnya, pertumbuhan outlet yang pesat juga karena maraknya pembukaan bank syariah, baik Bank Umum Syariah (BUS) ataupun Unit Usaha Syariah (UUS).
Perkembangan ini membuat banyak pihak, mulai pemerintah, akademisi, perusahaan hingga masyarakat mencoba untuk memahami perbankan syariah lebih jauh, mulai dari filosofi, sistem operasional hingga produknya.

Category: 0 komentar

Women in islam : Economics

Economics
Of the great faiths, Islam has been foremost in assigning to woman a position of economic independence. It is well known that in the United Kingdom till as late as 1882, when the first Married Women's Property Act was passed by Parliament, a married woman could hold no property of her own, independently of her husband. Any property that a femme sole (unmarried woman) held in her own right vested automatically in her husband on her marriage. A hundred years later traces still linger in certain aspects of British Law which illustrate a married woman's position of dependence upon her husband.
In Islam the independent economic position of woman has been established since the very beginning. Mention has been made of the obligation of the husband to make a settlement on the wife, in proportion to his means, at the time of marriage. This settlement is called dower (mehr). If at the time of the death of the husband the wife's dower should be still unpaid, it ranks as a debt to be discharged out of his estate, in priority to all his other debts. In addition, the widow is entitled to her share in the husband's estate, which is determined by law.
Any property that a woman might acquire by her own effort, or might inherit as an heir or receive as a legacy or gift, belongs to her independently of her husband. She may ask her husband to manage it, but if she chooses to manage or administer it herself, he cannot interfere in her management or administration of it.
A married woman who possesses means of her own may, and in most cases does, contribute a portion or the whole of her independent means towards the upkeep of the household, but is under no obligation to do so. The upkeep of the household is the entire responsibility of the husband, even when the wife is in her own right better off than her husband.

Category: 0 komentar

The Economic Life of Islam

The economic life of Islam is also based upon solid foundations and Divine instructions. Earning one's living through decent labor is not only a duty but a great virtue as well. Dependence of any able effortless person on somebody else for a livelihood is a religious sin, a social stigma and disgraceful humility.
A Muslim is enjoined by God to be self-supporting and to stay away from being a liability on anybody. Islam respects all kinds of work for earning one’s livelihood so long as there is no indecency or wrong involved. With a clear conscience and due respect from society the Muslim can roll up his sleeves and undertake any kind of work available to provide for himself and his dependents. Prophet Muhammad is reported as having said that it is far better for one even to take his rope, cut wood, pile it up and sell it in order to eat and give charity than to beg others whether they give him or not. According to Islam, the status of honest working men cannot be lowered on account of the kind of work they are doing for a living. Yet the laboring workers have no limited scope for improving their lots and raising their standards as high as possible. They have equal opportunities at their disposal and enjoy freedom of enterprise.
Whatever the individual makes or earns through lawful means is his private possession, which neither the State nor anybody else can justifiably claim. In return for this right of private possession he has only to fulfill certain obligations to the society and pay certain taxes to the State. When this is done, he has full rights to protection by the State, and his freedom of enterprise is secure and guaranteed. Under the Islamic system the menace of greedy capitalism and destructive communism never arises. The enterprising individual is responsible for the prosperity of the State, and the State in turn is responsible
for the security of the individual. Class conflicts are replaced by cooperation and harmony; fear and suspicion are remedied by mutual security and confidence.
The economic system of Islam is not drawn in the light of arithmetical calculations and capacities of production alone. Rather, it is drawn and conceived in the light of a comprehensive system of morals and principles. The person who is working for another person or for a firm or an institution is ordained by God to do his work with efficiency and honesty. The Prophet said that if any of you undertakes to do any work, God loves to see him do it well and with efficiency. Once the work is done, the worker is entitled to a fair wage for his services. Failure by the employer to pay the just wage, or attempts to cut it down and waver on it is a punishable act, according to the Law of God.

Category: 0 komentar

Perkembangan Ekonomi Islam

Perkembangan dan kemajuan praktik keuangan Islam yang fantastis, telah mengubah peta pemikiran dan praktik keuangan dunia secara signifikan. Meski baru lahir pada 1975 (merujuk pendirian Islamic Development Bank/IDB di Jeddah), diskursus dan praktik keuangan Islam telah merambah negara maju dan berkembang di lima benua. Padahal, sebelum IDB berdiri, format ekonomi dan keuangan Islam masih kabur.

Dr M Umar Chapra, seorang penggagas ekonomi dan keuangan Islam, pernah bercerita kepada penulis mengenai pengalaman pribadinya. Pertengahan 1950, saat menuntut ilmu ekonomi di sebuah universitas di Amerika, beliau sering berdiskusi dengan koleganya dari Pakistan dan negara-negara lain. Beliau berpendapat ekonomi Islam sebagai suatu disiplin ilmiah sebenarnya ada dan bisa diwujudkan.

Keyakinannya yang begitu kuat dilatarbelakangi binaan intelektual gurunya, Sayyid Abul A'la al-Maududi, mengenai doktrin ajaran Islam yang universal dan komprehensif. Meskipun keyakinan itu senantiasa dikomunikasikan dengan koleganya dan kalangan akademisi di lingkungan universitas, ia tak mendapat respons positif. Dia malah diejek, diolok-olok, direndahkan, dan dianggap tidak tidak waras.

Atmosfer tak bersahabat itu disebabkan sedang berlangsungnya zaman keemasan ideologi ekonomi sosialisme dan kapitalisme. Karena itu, hingga menyelesaikan S3 dan mengajar di almameternya, beliau terpaksa menyimpan gagasannya, untuk dibeberkan secara komprehensif saat situasi kondusif. Pulang ke Pakistan pada 1961, beliau bergabung dengan Central Institute of Islamic Research. Pusat kajian ilmiah itu mengkritisi secara sistematis gagasan dan prinsip yang tertuang dalam tradisi Islam, yang dipandang dapat memenuhi premis intelektual bagi sebuah sistem ekonomi yang sehat. Di lembaga ini beliau mendapat kesempatan mengembangkan fokus pemikirannya.

Category: 0 komentar

Perbankan syariah

Perbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: المصرفية الإسلامية al-Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.
Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia.
Suatu bentuk awal ekonomi pasar dan merkantilisme, yang oleh beberapa ekonom disebut sebagai “kapitalisme Islam”, telah mulai berkembang antara abad ke-8 dan ke-12. Perekonomian moneter pada periode tersebut berdasarkan mata uang dinar yang beredar luas saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara ekonomi.
Pada abad ke-20, kelahiran perbankan syariah tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis.Sekitar tahun 1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir.
Perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15% per tahun, dan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di masa depan. Laporan dari International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim serta negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika.  Diperkirakan terdapat lebih dari AS$ 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip syariah, menurut analisis majalah The Economist. Ini mencakup kira-kira 0,5% dari total estimasi aset dunia pada tahun 2005.[8] Analisis Perusahaan Induk CIMB Group menyatakan bahwa keuangan syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem keuangan global, dan penjualan obligasi syariah diperkirakan meningkat 24 persen hingga mencapai AS$ 25 miliar pada 2010.
[sunting] Prinsip perbankan syariah

Category: 0 komentar